Setiap Oktober, pencinta ilmu pengetahuan menanti dengan antusias terobosan apa yang akan muncul dari berbagai cabang Hadiah Nobel yang diberikan.
Yang pertama muncul adalah dari bidang kedokteran/fisiologi, lalu fisika, kimia, dan tentu saja perdamaian serta ekonomi.
Kemarin telah diumumkan, untuk kedokteran pemenangnya adalah James P Allison dan Tasuku Honjo. Keduanya meraih penghargaan paling bergengsi ini karena riset mereka atas sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel kanker ganas. Metode kedua ilmuwan ini tidak langsung menarget sel ganas untuk ditumpas, tetapi merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawannya.
Pendekatan ini ternyata ampuh untuk mengubah hasil pengobatan kanker, khususnya bagi pasien dengan kanker yang sudah menyebar.
Riset Allison dan Honjo dipandang bisa menjadi pilar keempat dalam ikhtiar dunia kedokteran untuk memerangi kanker, yaitu setelah operasi, radiasi, dan obat antikanker.
Sementara itu, dari jagat fisika, Hadiah Nobel tahun ini diraih oleh tiga ilmuwan, yakni Arthur Ashkin, Gerard Mourou, dan Donna Strickland, dengan riset tentang pemanfaatan sinar laser untuk bidang kehidupan.
Jika kita mengikuti pemberian Hadiah Nobel dari tahun ke tahun, ada bebera perasaan yang menggelayut di dada:
Pertama kita dibuat kagum oleh jangkauan visi para penerima penghargaan. Sebagian mungkin tidak terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari, tetapi riset tersebut tetap bermanfaat untuk meluaskan horizon pemikiran dan wawasan manusia akan alam (semesta). Misalnya Subrahmanyan Chandrasekhar, ahli astrofisika India-Amerika, yang meraih Nobel Fisika tahun 1983 bersama Wiliam Fowler. Risetnya adalah tentang studi teoretik tentang struktur dan evolusi bintang.
Riset mereka tentang nasib bintang, apakah akan jadi bintang seperti Matahari, ataukah bintang jenis lain, tergantung dari ukuran massanya, yang dikenal sebagai Limit Chandrasekhar.
Riset Nobel lain yang terkait dengan Alam Semesta adalah yang dimenangi oleh Arno Penzias dan Robert Wilson tahun 1978 yang menemukan radiasi latar belakang kosmik yang dikaitkan dengan Dentuman Besar.
Tampak kontras antara Nobel Kedokteran 2018 dan Nobel Fisika 1978 dan 1983, tetapi kita tetap salut terhadap penemuan- penemuan besar tersebut.
Ada riset yang langsung bisa dimanfaatkan untuk menanggulangi masalah yang tengah dihadapi oleh umat manusia, ada yang pemanfaatannya atau kegunaannya baru tampak beberapa puluh tahun kemudian.
Dari riset ilmiah tingkat tinggi tersebut, kita berharap disusul dengan inovasi, baik dalam wujud instrumentasi, metode praktis, maupun obat untuk bidang kedokteran.
Adapun riset, seperti evolusi bintang dan partikel subatomik, biarlah menjadi wujud dedikasi manusia untuk memenuhi panggilan adikodrati dirinya sebagai makhluk yang penuh dengan rasa ingin tahu.
Hadiah Nobel menjadi idaman semua ilmuwan dan mereka yang berharap menjadi ilmuwan unggul.
Namun, kita tahu pasti bahwa peluangnya untuk diraih setidaknya berdasarkan pada kecerdasan dan dedikasi total terhadap ilmu pengetahuan, serta tentu juga dengan motivasi untuk menjunjung martabat kemanusiaan dan membantu mengatasi problem yang dihadapi.
Referensi: Kompas, Oktober 2018.